Sumber Sejarah Kerajaan Sriwijaya yang Berasal dari Dalam Negeri

Kerajaan Sriwijaya adalah salah satu kerajaan maritim terbesar yang pernah ada di Indonesia. Berdiri pada abad ke-7, kerajaan ini menjadi pusat perdagangan dan keagamaan di Asia Tenggara. Namun, bukti-bukti sejarah tentang kerajaan ini tersebar dalam berbagai sumber. Artikel ini akan membahas secara rinci sumber sejarah Kerajaan Sriwijaya yang berasal dari dalam negeri.

Apa Itu Sumber Sejarah Dalam Negeri?

Sumber sejarah dalam negeri adalah bukti sejarah yang ditemukan di wilayah Indonesia dan berasal dari masa atau peristiwa yang relevan dengan sejarah lokal. Dalam konteks Kerajaan Sriwijaya, sumber dalam negeri mencakup prasasti, artefak, dan situs arkeologi.

Pentingnya Sumber Dalam Negeri bagi Sejarah Sriwijaya

Sumber dalam negeri memberikan gambaran yang lebih jelas tentang peran Sriwijaya di nusantara. Berbeda dengan catatan asing, sumber ini menunjukkan perspektif lokal, seperti bahasa yang digunakan, kebudayaan, dan pengaruhnya terhadap masyarakat sekitar.

Jenis Sumber Dalam Negeri

Ada beberapa jenis sumber dalam negeri yang mendokumentasikan kejayaan Sriwijaya, di antaranya:

  1. Prasasti: Bukti tertulis dalam batu yang mengabadikan peristiwa penting.
  2. Situs Arkeologi: Reruntuhan kota atau pelabuhan yang menunjukkan aktivitas ekonomi dan politik.
  3. Artefak: Barang-barang peninggalan seperti patung, perhiasan, dan peralatan sehari-hari.

Prasasti Sebagai Sumber Sejarah Kerajaan Sriwijaya

Prasasti menjadi bukti utama yang berasal dari dalam negeri tentang keberadaan Kerajaan Sriwijaya. Berikut adalah prasasti-prasasti penting yang menjelaskan keberadaan dan kekuasaan kerajaan ini.

Prasasti Kedukan Bukit

Prasasti Kedukan Bukit adalah salah satu prasasti terpenting yang ditemukan di wilayah Palembang, Sumatra Selatan. Prasasti ini ditulis pada tahun 682 Masehi menggunakan bahasa Melayu Kuno dengan aksara Pallawa. Prasasti ini mengisahkan perjalanan Raja Dapunta Hyang bersama pasukannya yang membawa keberuntungan bagi kerajaan. Dalam prasasti ini, nama “Sriwijaya” pertama kali disebutkan, menjadikannya bukti autentik keberadaan Kerajaan Sriwijaya.

Isi prasasti Kedukan Bukit menceritakan perjalanan suci atau siddhayatra Raja Dapunta Hyang yang membawa 20.000 pasukan dari Minanga. Perjalanan ini tidak hanya bertujuan untuk ekspansi wilayah tetapi juga memperkuat legitimasi kekuasaan raja. Prasasti ini menunjukkan bahwa Sriwijaya memiliki kemampuan untuk mengorganisasi pasukan dalam jumlah besar, sebuah indikator kekuatan politik dan militer yang luar biasa pada masanya.

Penemuan prasasti ini menjadi bukti penting bahwa pusat Kerajaan Sriwijaya berada di sekitar Palembang. Selain itu, prasasti ini juga menunjukkan pengaruh agama Buddha dalam kerajaan, yang terlihat dari istilah-istilah religius yang digunakan. Hal ini mempertegas posisi Sriwijaya sebagai pusat keagamaan sekaligus kekuatan ekonomi di Asia Tenggara.

Prasasti Talang Tuo

Prasasti Talang Tuo ditemukan di kawasan Talang Tuo, dekat Palembang. Prasasti ini bertanggal 684 Masehi dan ditulis dalam bahasa Melayu Kuno menggunakan aksara Pallawa. Isi prasasti ini menggambarkan perhatian Raja Dapunta Hyang terhadap kesejahteraan rakyatnya, khususnya dalam bidang pertanian dan kehidupan sosial. Prasasti ini mencatat pembuatan taman yang disebut “Sriksetra,” yang dimaksudkan sebagai tempat kegiatan masyarakat untuk bercocok tanam dan menjalani kehidupan yang makmur.

Taman Sriksetra yang disebutkan dalam prasasti ini tidak hanya berfungsi sebagai lahan produktif, tetapi juga mencerminkan konsep harmoni antara manusia dan alam dalam budaya Sriwijaya. Hal ini menunjukkan bahwa kerajaan tidak hanya berfokus pada kekuatan militer dan ekonomi, tetapi juga memperhatikan aspek sosial dan lingkungan.

Keberadaan prasasti Talang Tuo memberikan gambaran bahwa Sriwijaya adalah sebuah kerajaan yang memiliki visi jangka panjang dalam membangun kesejahteraan rakyatnya. Hal ini menegaskan bahwa kerajaan tersebut dipimpin oleh raja yang bijaksana dan memahami pentingnya mendukung kehidupan masyarakat yang sejahtera dan harmonis.

Prasasti Kota Kapur

Prasasti Kota Kapur ditemukan di Pulau Bangka dan diperkirakan bertarikh 686 Masehi. Prasasti ini ditulis dalam bahasa Melayu Kuno dan aksara Pallawa, berisi pernyataan tentang upaya Raja Sriwijaya untuk menaklukkan wilayah-wilayah lain demi memperluas pengaruh kerajaannya. Salah satu tujuan utama prasasti ini adalah menggambarkan ekspedisi militer Sriwijaya ke Pulau Jawa untuk menghentikan pemberontakan yang mengancam stabilitas kerajaan.

Prasasti ini memberikan bukti bahwa Sriwijaya memiliki strategi militer yang terorganisasi dan kekuatan yang cukup besar untuk melakukan ekspedisi jarak jauh. Penyebutan tentang “kesejahteraan bagi yang patuh” dan “hukuman bagi yang melawan” menunjukkan pendekatan tegas kerajaan dalam menjaga otoritasnya.

Selain itu, prasasti Kota Kapur juga menggambarkan pentingnya Pulau Bangka sebagai wilayah strategis dalam perdagangan maritim Sriwijaya. Wilayah ini berfungsi sebagai salah satu jalur utama yang menghubungkan Sriwijaya dengan pusat-pusat perdagangan internasional di Asia Tenggara. Hal ini membuktikan bahwa kerajaan ini tidak hanya unggul dalam hal politik, tetapi juga dalam strategi ekonomi.

Situs Arkeologi dan Artefak Sebagai Sumber Sejarah

Selain prasasti, peninggalan berupa situs arkeologi dan artefak juga memperkaya bukti sejarah tentang Sriwijaya.

Situs Kedukan Bukit

Situs ini terletak di sekitar Sungai Musi di Palembang. Penemuan artefak seperti pecahan keramik Tiongkok dan struktur bangunan menunjukkan bahwa Sriwijaya adalah pusat perdagangan internasional.

Candi Muara Takus

Candi Muara Takus di Riau menjadi bukti lain pengaruh Sriwijaya dalam penyebaran agama Buddha. Arsitektur candi mencerminkan pengaruh budaya lokal yang berpadu dengan pengaruh India.

Artefak Kapal Sriwijaya

Kapal-kapal kuno yang ditemukan di Palembang menunjukkan teknologi maritim yang maju. Penemuan ini menguatkan Sriwijaya sebagai kerajaan maritim yang menguasai jalur perdagangan di Asia Tenggara.

Bahasa dan Aksara dalam Sumber Sejarah Sriwijaya

Bahasa Melayu Kuno dan aksara Pallawa banyak digunakan dalam prasasti-prasasti Sriwijaya. Bahasa ini menunjukkan tingginya tingkat peradaban dan keterhubungan budaya dengan India.

Pengaruh Bahasa Melayu Kuno

Bahasa Melayu Kuno yang digunakan dalam prasasti memperlihatkan akar budaya yang masih terasa hingga kini. Sriwijaya berperan besar dalam menyebarkan bahasa ini sebagai lingua franca di Asia Tenggara.

Aksara Pallawa

Penggunaan aksara Pallawa menunjukkan pengaruh India dalam sistem tulis-menulis. Hal ini juga memperlihatkan hubungan erat Sriwijaya dengan kerajaan-kerajaan di India.

Kesimpulan

Sumber sejarah dalam negeri seperti prasasti, situs arkeologi, dan artefak menjadi bukti penting dalam memahami kejayaan Kerajaan Sriwijaya. Dengan menggali sumber-sumber ini, kita dapat mengetahui peran Sriwijaya sebagai pusat perdagangan dan keagamaan yang memengaruhi kawasan Asia Tenggara.

FAQ tentang Sumber Sejarah Kerajaan Sriwijaya

Q: Apa sumber sejarah utama Kerajaan Sriwijaya dari dalam negeri?
A: Prasasti seperti Kedukan Bukit, Talang Tuo, dan Kota Kapur menjadi sumber utama.

Q: Apa peran situs arkeologi dalam memahami sejarah Sriwijaya?
A: Situs arkeologi seperti Kedukan Bukit dan Muara Takus menunjukkan aktivitas ekonomi dan keagamaan Sriwijaya.

Q: Mengapa bahasa Melayu Kuno penting dalam sejarah Sriwijaya?
A: Bahasa ini menjadi lingua franca yang menyebar luas di Asia Tenggara, mencerminkan pengaruh Sriwijaya.

Tabel Peninggalan Sejarah Kerajaan Sriwijaya

Jenis PeninggalanContohKeterangan
PrasastiKedukan BukitMenggambarkan ekspansi wilayah oleh Raja Dapunta Hyang.
Situs ArkeologiCandi Muara TakusBukti pengaruh agama Buddha di wilayah kekuasaan Sriwijaya.
ArtefakKapal KunoMenunjukkan kemajuan teknologi maritim Sriwijaya.

Pernyataan Penutup

Artikel ini ditulis berdasarkan penelitian sejarah yang tersedia hingga saat ini. Meskipun setiap usaha telah dilakukan untuk memberikan informasi yang akurat, interpretasi sejarah dapat berkembang seiring waktu.